Surat al-Muzzammil diturunkan Allah di Mekah setelah surat al-Qalam (Nûn), kecuali ayat terakhir diturunkan di Madinah[1]. Yaitu ayat yang menasakh (menghapus) hukum wajib shalat malam kecuali bagi Nabi Muhammad saw. Surat ini tidak memiliki nama selain al-Muzammil (orang berselimut), yaitu melingkarkan kain di tubuhnya[2], atau berselimut di waktu malam[3]. Surat ini diturunkan diawal–awal masa risalah beliau. Sebagai shock therapy bagi Rasul saw yang saat itu menggigil dan kemudian berselimut, sakit, dan ketakutan, juga saat tidur dan beristirahat di waktu malam. Maka Allah memerintahkannya untuk bangun dan bangkit menyampaikan risalah Allah, apapun resikonya[4].
“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sebahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah a-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS. 73: 1-4)
Sebuah perintah yang diturunkan Allah, sebagai pembekalan efektif Shalat Malam dan membaca al-Qur’an . Karena Allah sedang menyiapkan seorang da’i dan nabi yang tangguh. Dan karena nantinya tantangan yang dihadapinya tidak ringan.
Shalat Malam atau yang sering dikenal dengan qiyâmullail merupakan bentuk pembekalan yang efektif. Ada perlawanan terhadap keinginan hawa nafsu di sana. Saat orang sedang enak tidur atau bersembunyi di balik ketakutanya, justru Allah memerintahkan untuk melawannya. Bangunlah! Menariknya, Allah memberikan perkiraan waktu yang ideal untuk latihan penguatan mental ini. Dari sejak al-laila [5] yang berarti seluruh malam [6] , kecuali sedikit. Ini untuk tingkatan pertama. Kemudian, Allah menurunkannya menjadi standar. Qiyâmullail ini pertama kali diwajibkan, kemudian dinasakh dengan ayat ke 20 [7]. Adapun Imam Syafi’i, Muqatil bin Sulaiman dan Ibnu Kîsân mendukung pendapat Aisyah ra yang menyatakan kewajiban tersebut dihapus dengan turunya kewajiban Shalat Lima Waktu[8]. Dengan kebiasaan bangun pada waktu malam seperti ini, seseorang akan benar-benar mampu melawan dirinya. Inilah persiapan dan penguatan mental yang sangat bagus.
Setelah itu, perintah untuk menartilkan bacaan al-Qur’an. Selain bertujuan untuk bisa dipahami dengan mudah, juga supaya lebih terasa dan memungkinkan untuk dijiwai. Yaitu bacaan yang dibaca dengan pelan–pelan sehingga memberi hak yang cukup dalam mengartikulasikan bacaan huruf-huruf al-Qur’an juga hukum-hukum yang berkaitan dalam membacanya (tajwid), panjang pendeknya, idghâm izh-hârnya dan sebagainya.
Mengenai alasan betapa pentingnya malam bagi seorang nabi juga para da’i. Allah menegaskannya di ayat keenam dan tujuh. “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (supaya khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”. (QS.73: 6-7)
Dengan suasana yang hening akan membantu seseorang dan memudahkannya dalam mengatur suasana hatinya supaya sesuai dengan ritme bacaan al-Qur’an yang dibacanya. Sehingga hati bisa mengikuti gerak mulut. Sementara di waktu siang, kondisi seperti ini sangat langka untuk didapatkan. Karena banyak urusan dan orang tergesa–gesa dalam urusannya. Kata “as-sabhu” aslinya berjalan cepat di dalam air. Untuk mengambarkan betapa sulitnya kondisi dalam kesibukan. Ini kiasan untuk orang yang berpergian[9] dan banyak urusannya.
Tugas Berat Siap Menanti
Setelah itu, tugas yang berat pun tidak akan membebani atau menjadi tanggungan yang berlebihan. Karena pemikul amanahnya benar-benar telah siap. Baik dalam menerima atau menyampaikan risalah, ataupun menanggung resiko yang akan ditemuinya sebagai konsekuensi dakwah tersebut. ’’sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.’’(QS.73:5) Qatadah berpendapat, yang dimaksud dalam ayat ini adalah hukum-hukum Allah. Sebagian ahli tafsir yang lainnya menerjemahkannya dengan janji dan ancaman Allah [10].
‘’Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan.’’(QS.73:8)
Tugas berat selain di atas, perlu penambahan bekal lagi, berzikir. Dengan mengingat Allah akan menguatkan mental Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya. Bahwa Allah Mahakuat. Maka siapapun takkan mampu melawannya. Allahlah sebaik-baik penolong. Allah Maha Mendengar, Maha Penyayang, dan kasih-Nya takkan pernah memiliki batas.
Dengan berzikir, kita akan semakin mengenal Allah. Semakin menetapkan keimanan dan keyakinan kita sebagai penerus risalah Nabi saw. Itulah yang dikehendaki Allah dalam membekali kekasihnya, Muhammad saw.
‘’(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung’’. (QS.73:9)
Karena zikir merupakan salah satu sumber kekuatan seorang mukmin dalam kondisi apapun. Senada dengan pesan arif Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary [11], ‘’Jangan tinggalkan berzikir sebab kelalaianmu saat berzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari zikir yang penuh dengan kelalaian menuju zikir yang penuh kesadaran. Dan dari zikir yang penuh kesadaran menuju zikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya. Dan yang demikian itu bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit.” [12]. Hanya tinggal kita membiasakannya dan mau terus berusaha melakukannya.
Sikap Terbaik Dalam Menghadapi Rintangan Dakwah
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik’’. (QS. 73:10)
Kenalilah kelembutan Allah dengan bersabar. Dengan kesabaran ini akan semakin membuat seseorang dekat dengan Allah. Dan semakin membuatnya kokoh serta istiqomah. Keyakinan terhadap takdir Allah, juga akan membantu kita dalam bersabar dan membuat segala rintangan menjadi sebuah bumbu kehidupan. Justru akan terasa lebih manis [13].
Sabar merupakan salah satu bentuk kepasrahan yang positif. Bukan sikap menyerah atau apatis dalam merespon sebuah masalah. Maka sikap sabar seperti ini akan semakin membuat seseorang kuat. Dan akan semakin dewasa dalam mengambil sikap. Karena ia telah mengalahkan ego dan perasaannya.
Bagaimana tidak, bukankah yang memerintah bersikap sabar telah memberikan jaminan? Dia akan membuat perhitungan terhadap orang-orang yang selalu menyakiti dan menghalangi Rasulullah saw, mendustakan risalahnya dan mengumandangkan permusuhan terhadap risalah yang diembannya. Maka biarlah Allah yang mengurusi mereka.
“Dan biarkan Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar”. (QS. 73: 11)
Allah tangguhkan mereka. Sebenarnya agar mereka mau berpikir untuk bertaubat dan menyadari kekeliruannya. Kemudian segera memperbaiki kesalahannya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka semakin menjadi-jadi, memusuhi Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti dakwahnya. Menindas dan menyakiti mereka, baik secara fisik ataupun dengan tekanan dan teror psikis yang mereka lancarkan terus-menerus.
Untuk Para Pendusta
‘’Karena sesungguhnya pada sisi kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan’’. (QS.73: 12-14)
Siksaan yang sangat pedih telah Allah siapkan untuk mereka yang memusuhi kekasih-Nya. Azab yang akan membuat mereka kering dan haus. Tak ada makanan kecuali hanya menambah kepedihan dan rasa kering yang tak terbayangkan.
Sebelumnya, saat sangkakala Israfil ditiup alam semesta ini menjadi demikian rapuh dan lebur dalam kehancuran. Termasuk orang-orang yang ada di atas bumi. Semua mengalami kefanaan. Karena kekekalan hanya dimiliki oleh Zat Yang Mahahidup.
Para pendusta yang memusuhi Rasulullah bukannya tak tahu, bahwa sunnah Allah berlaku untuk orang-orang yang mendustakan utusan-Nya. Umat-umat sebelum mereka telah dibinasakan. Sisa-sisa kengerian itu bahkan sebagian masih bisa dilacak. Lihatlah apa yang dialami Fir’aun. Manusia kerdil yang sombong yang menahbisakan dirinya sebagai Tuhan. Kemudian hanya menjumpai kebinasaan yang menghinakan. Ditenggelamkan Allah dan kemudian jasadnya diperlihatkan kepada banyak orang yang datang setelahnya. Bahkan hingga saat ini, jasadnya masih dijaga dan terawat baik dalam museum. Yang demikian untuk diambil pelajaran bagi kaum mukminin juga bagi mereka yang mendustakan dan memusuhi risalah Allah.
“Sesungguhnya kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu kami siksa dia dengan siksaan yang berat”. (QS. 73: 15-16)
Dan seperti kisah kezhaliman dan pendustaan ini masih akan berlangsung terus hingga saat ini, sampai pada hari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Padahal Allah tak henti-hentinya mengingatkan manusia dan memperingatkan orang-orang zhalim tersebut agar menghentikan kezhalimannya.
“Maka bagaimana kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban”. (QS. 73: 17)
Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat dahsyat. Hari Kiamat yang sangat menakutkan itu seperti yang dikisahkan Allah di ayat ini, bahkan akan sanggup mumutihkan rambut anak-anak kecil. Sebuah gambaran yang menakutkan. Hari yang sangat mengerikan [14].
Ambilah Sebuah Keputusan
“Sesunguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya”. (QS.73: 19)
Peringatan telah dan terus disampaikan Allah, maka sekarang semuanya kembali pada diri masing-masing manusia. Dialah yang akan memilih. Mengikuti petunjuk Allah atau berpaling dan memusuhi serta mendustakan peringatan itu. Inilah kebijakan Allah, setelah itu semua manusialah yang akan menanggung semua pilihannya. Karena Allah pun tak pernah memaksa. Karena ketakwaan ataupun kemaksiatan manusia tak berpengaruh sedikitpun terhadap kekuasaan Allah. Tidak mengurangi ataupun menambahnya.
Jika seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua tunduk dalam kepasrahan kepada-Nya; maka tidaklah yang demikian itu menambah kemanfaatan bagi-Nya. Bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua menentang-Nya. Maka tidaklah hal itu mengurangi kebesaran-Nya. Dan bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua memohon kepada-Nya. Dan semua permohonan itu dikabulkan-Nya, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaan dan kebesaran kerajaan-Nya. Kecuali seperti sehelai benang yang dicelupkan kedalam bentangan samudera [15].
Penutup: Kasih Sayang dan Kemudahan-kemudahan Allah
Salah satu bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya adalah dengan memberikan kemudahan-kemudahan. Termasuk diantaranya keringanan-keringanan yang kita dapatkan, atau sebagian kita kenal dengan rukhshah. Demikian juga tentang perintah Shalat Malam ini. Dari yang semula wajib, kemudian dengan turunya ayat ke duapuluh ini menjadi sunnah.
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak mampu menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebgaian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu berbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.73:20)
Karena Allah Maha Mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya. Akan ada yang sanggup melakukannya semalam, dan itupun tak akan bisa dilakukan terus menerus karena badan kita memliki hak untuk diistirahatkan. Ada juga yang bisa melakukannya sedikit bahkan ada yang kadang-kadang saja melakukan Shalat Malam. Karena ada yang tua dan muda, ada yang sehat dan yang sakit. Ada yang sibuk berperang, memiliki karakter pekerjaan yang melelahkan ada yang sedang stabil imannya dan ada yang labil dan seterusnya.
Maka kemudian Allah menjadikan Shalat Malam hukumnya sunnah. Tapi tetap berfungsi sebagai pembekalan secara efektif bagi penerus risalah Nabi Muhammad saw sekaligus sebagai jalan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Seperti dalam firman-Nya. “Dan pada sebagian malam hari Shalat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS.17: 79)
Sungguh luas kasih sayang-Nya. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk berlomba meraih kemuliaan bagi siapa saja yang mau berusaha meraihnya. Coba kita renungkan pesan Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Allah sengaja menetapkan waktu–waktu tertentu untuk beribadah agar engaku tidak sampai tertinggal karena menunda mengerjakannya. Dan Allah memberi keleluasaan waktu bagimu agar tetap ada kesempatan untuk memilih” [16].
—
Catatan Kaki:
[1] Imam Jamaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, cet.I, 2004 M/ 1425 H, hal 20, Imam Badruddin az-Zaekasyi, al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Fikr, cet.I, 1988 M/ 1408 H, Vol.I, hal.294
[2] Lihat: Kamus al-Munjid fi al-lughah wa al-A’lam, Beirut Dar al-Masyriq, cet.36, 1997, hal.306
[3] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah, Vol.IV, hal.563
[4] Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd Qader, Ma’âlim suar al-Qur’an, Cairo: Universitas Al-Azhar, Cet.I, 2004 M / 1424 H, Vol.2, hal.716
[5] Muhyiddin Darwisy, I’rabul al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu, Beirut: Dar Ibnu Katsir, Cet.9, 2005 M / 1426 H, Vol.VIII. Hal 109
[6] Sedikit saja dari waktu malam. (Lihat: Imam az-Zamakhsyar, al-Kasysâf’an Haqâ’iqu at-Tanzil, Cairo: Maktabah Musthafa al-Halaby, Cet.I, 1354 H, Vol.IV, Hal 152
[7] Iman al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an Cairo: Darul Hadits, 2002 M / 1422 H, Vol.X, hal.33
[8] Ibid. Lihat Juga: Imam al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Darul Kutub Ilmiah. Cet.1, 2004 M / 1424 H, Vol. IV, hal. 376 dan tesis penulis, Kitab Lawami’ al-Burhan wa Qawathi al-Bayan fi-Ma’any, Dirasah wa tahqiq, Cairo: Universitas Al-Azhar, 2006 M, Vol.II, hal.730
[9] Imam syihabuddin al-Alusy, Ruh al-Ma’any, Beirut: Darul Fikr, 1997 M/1417 H, vol.XXIX, hal.182
[10] lihat tesis penulis; Kitab lawani’ al-Burhan, Ibid. Vol.II, hal.730
[11] Seorang alim dari Mesir, kelahiran Alexandria tahun 1250 M dan meninggal pada tahun 1309. Beliau adalah syeikh ketiga dalam tarekat asy-Syadzili. Beliau telah menulis buku lebih dari 20 karya. Dan kitab al-Hikam adalah pesan-pesan penuh hikmah yang menjadi magnum opusnya, sebuah karya monumental yang dibaca dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
[12] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam, (terj. Dr. Ismail Ba’adillah), Jakarta: Khatulistiwa Press. Cet.I, hal.64, Hikmah ke-44.
[13] Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, al-Imân wa al-Hidayâh, Cairo: Maktabah Wahbah, Cet.16, 2007 M / 1428 H, hal 173
[14] Iman Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Op.Cit, Vol.IV, hal 568
[15] Seperti hadits qudsy yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahilnya, kitab al-Birr wa ash-Shilah, hadits no: 2577. Dari sahabat Nabi saw, Abu Dzar al_Ghifary. (Ibnu Daqiq, al-‘Id, Sayrhu al-Arba’in an-Nawawiyah, Cairo: Darussalam, Cet.III, 2007 M / 1428 H, hal 207-208)
[16] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam, Op.Cit, hal. 226 hikmah ke-170
Sumber Artikel : Qiroati Pusat
“Hai orang yang berselimut (Muhammad). Bangunlah (untuk sebahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah a-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS. 73: 1-4)
Sebuah perintah yang diturunkan Allah, sebagai pembekalan efektif Shalat Malam dan membaca al-Qur’an . Karena Allah sedang menyiapkan seorang da’i dan nabi yang tangguh. Dan karena nantinya tantangan yang dihadapinya tidak ringan.
Shalat Malam atau yang sering dikenal dengan qiyâmullail merupakan bentuk pembekalan yang efektif. Ada perlawanan terhadap keinginan hawa nafsu di sana. Saat orang sedang enak tidur atau bersembunyi di balik ketakutanya, justru Allah memerintahkan untuk melawannya. Bangunlah! Menariknya, Allah memberikan perkiraan waktu yang ideal untuk latihan penguatan mental ini. Dari sejak al-laila [5] yang berarti seluruh malam [6] , kecuali sedikit. Ini untuk tingkatan pertama. Kemudian, Allah menurunkannya menjadi standar. Qiyâmullail ini pertama kali diwajibkan, kemudian dinasakh dengan ayat ke 20 [7]. Adapun Imam Syafi’i, Muqatil bin Sulaiman dan Ibnu Kîsân mendukung pendapat Aisyah ra yang menyatakan kewajiban tersebut dihapus dengan turunya kewajiban Shalat Lima Waktu[8]. Dengan kebiasaan bangun pada waktu malam seperti ini, seseorang akan benar-benar mampu melawan dirinya. Inilah persiapan dan penguatan mental yang sangat bagus.
Setelah itu, perintah untuk menartilkan bacaan al-Qur’an. Selain bertujuan untuk bisa dipahami dengan mudah, juga supaya lebih terasa dan memungkinkan untuk dijiwai. Yaitu bacaan yang dibaca dengan pelan–pelan sehingga memberi hak yang cukup dalam mengartikulasikan bacaan huruf-huruf al-Qur’an juga hukum-hukum yang berkaitan dalam membacanya (tajwid), panjang pendeknya, idghâm izh-hârnya dan sebagainya.
Mengenai alasan betapa pentingnya malam bagi seorang nabi juga para da’i. Allah menegaskannya di ayat keenam dan tujuh. “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (supaya khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)”. (QS.73: 6-7)
Dengan suasana yang hening akan membantu seseorang dan memudahkannya dalam mengatur suasana hatinya supaya sesuai dengan ritme bacaan al-Qur’an yang dibacanya. Sehingga hati bisa mengikuti gerak mulut. Sementara di waktu siang, kondisi seperti ini sangat langka untuk didapatkan. Karena banyak urusan dan orang tergesa–gesa dalam urusannya. Kata “as-sabhu” aslinya berjalan cepat di dalam air. Untuk mengambarkan betapa sulitnya kondisi dalam kesibukan. Ini kiasan untuk orang yang berpergian[9] dan banyak urusannya.
Tugas Berat Siap Menanti
Setelah itu, tugas yang berat pun tidak akan membebani atau menjadi tanggungan yang berlebihan. Karena pemikul amanahnya benar-benar telah siap. Baik dalam menerima atau menyampaikan risalah, ataupun menanggung resiko yang akan ditemuinya sebagai konsekuensi dakwah tersebut. ’’sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.’’(QS.73:5) Qatadah berpendapat, yang dimaksud dalam ayat ini adalah hukum-hukum Allah. Sebagian ahli tafsir yang lainnya menerjemahkannya dengan janji dan ancaman Allah [10].
‘’Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan.’’(QS.73:8)
Tugas berat selain di atas, perlu penambahan bekal lagi, berzikir. Dengan mengingat Allah akan menguatkan mental Rasulullah dalam menjalankan misi risalahnya. Bahwa Allah Mahakuat. Maka siapapun takkan mampu melawannya. Allahlah sebaik-baik penolong. Allah Maha Mendengar, Maha Penyayang, dan kasih-Nya takkan pernah memiliki batas.
Dengan berzikir, kita akan semakin mengenal Allah. Semakin menetapkan keimanan dan keyakinan kita sebagai penerus risalah Nabi saw. Itulah yang dikehendaki Allah dalam membekali kekasihnya, Muhammad saw.
‘’(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah dia sebagai Pelindung’’. (QS.73:9)
Karena zikir merupakan salah satu sumber kekuatan seorang mukmin dalam kondisi apapun. Senada dengan pesan arif Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary [11], ‘’Jangan tinggalkan berzikir sebab kelalaianmu saat berzikir. Semoga Allah berkenan mengangkat derajatmu dari zikir yang penuh dengan kelalaian menuju zikir yang penuh kesadaran. Dan dari zikir yang penuh kesadaran menuju zikir yang disemangati oleh kehadiran-Nya menuju zikir yang meniadakan segala sesuatu selain-Nya. Dan yang demikian itu bagi Allah bukanlah merupakan sesuatu yang sulit.” [12]. Hanya tinggal kita membiasakannya dan mau terus berusaha melakukannya.
Sikap Terbaik Dalam Menghadapi Rintangan Dakwah
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik’’. (QS. 73:10)
Kenalilah kelembutan Allah dengan bersabar. Dengan kesabaran ini akan semakin membuat seseorang dekat dengan Allah. Dan semakin membuatnya kokoh serta istiqomah. Keyakinan terhadap takdir Allah, juga akan membantu kita dalam bersabar dan membuat segala rintangan menjadi sebuah bumbu kehidupan. Justru akan terasa lebih manis [13].
Sabar merupakan salah satu bentuk kepasrahan yang positif. Bukan sikap menyerah atau apatis dalam merespon sebuah masalah. Maka sikap sabar seperti ini akan semakin membuat seseorang kuat. Dan akan semakin dewasa dalam mengambil sikap. Karena ia telah mengalahkan ego dan perasaannya.
Bagaimana tidak, bukankah yang memerintah bersikap sabar telah memberikan jaminan? Dia akan membuat perhitungan terhadap orang-orang yang selalu menyakiti dan menghalangi Rasulullah saw, mendustakan risalahnya dan mengumandangkan permusuhan terhadap risalah yang diembannya. Maka biarlah Allah yang mengurusi mereka.
“Dan biarkan Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar”. (QS. 73: 11)
Allah tangguhkan mereka. Sebenarnya agar mereka mau berpikir untuk bertaubat dan menyadari kekeliruannya. Kemudian segera memperbaiki kesalahannya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka semakin menjadi-jadi, memusuhi Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti dakwahnya. Menindas dan menyakiti mereka, baik secara fisik ataupun dengan tekanan dan teror psikis yang mereka lancarkan terus-menerus.
Untuk Para Pendusta
‘’Karena sesungguhnya pada sisi kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan’’. (QS.73: 12-14)
Siksaan yang sangat pedih telah Allah siapkan untuk mereka yang memusuhi kekasih-Nya. Azab yang akan membuat mereka kering dan haus. Tak ada makanan kecuali hanya menambah kepedihan dan rasa kering yang tak terbayangkan.
Sebelumnya, saat sangkakala Israfil ditiup alam semesta ini menjadi demikian rapuh dan lebur dalam kehancuran. Termasuk orang-orang yang ada di atas bumi. Semua mengalami kefanaan. Karena kekekalan hanya dimiliki oleh Zat Yang Mahahidup.
Para pendusta yang memusuhi Rasulullah bukannya tak tahu, bahwa sunnah Allah berlaku untuk orang-orang yang mendustakan utusan-Nya. Umat-umat sebelum mereka telah dibinasakan. Sisa-sisa kengerian itu bahkan sebagian masih bisa dilacak. Lihatlah apa yang dialami Fir’aun. Manusia kerdil yang sombong yang menahbisakan dirinya sebagai Tuhan. Kemudian hanya menjumpai kebinasaan yang menghinakan. Ditenggelamkan Allah dan kemudian jasadnya diperlihatkan kepada banyak orang yang datang setelahnya. Bahkan hingga saat ini, jasadnya masih dijaga dan terawat baik dalam museum. Yang demikian untuk diambil pelajaran bagi kaum mukminin juga bagi mereka yang mendustakan dan memusuhi risalah Allah.
“Sesungguhnya kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun. Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu kami siksa dia dengan siksaan yang berat”. (QS. 73: 15-16)
Dan seperti kisah kezhaliman dan pendustaan ini masih akan berlangsung terus hingga saat ini, sampai pada hari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Padahal Allah tak henti-hentinya mengingatkan manusia dan memperingatkan orang-orang zhalim tersebut agar menghentikan kezhalimannya.
“Maka bagaimana kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban”. (QS. 73: 17)
Ini adalah sebuah perumpamaan yang sangat dahsyat. Hari Kiamat yang sangat menakutkan itu seperti yang dikisahkan Allah di ayat ini, bahkan akan sanggup mumutihkan rambut anak-anak kecil. Sebuah gambaran yang menakutkan. Hari yang sangat mengerikan [14].
Ambilah Sebuah Keputusan
“Sesunguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya”. (QS.73: 19)
Peringatan telah dan terus disampaikan Allah, maka sekarang semuanya kembali pada diri masing-masing manusia. Dialah yang akan memilih. Mengikuti petunjuk Allah atau berpaling dan memusuhi serta mendustakan peringatan itu. Inilah kebijakan Allah, setelah itu semua manusialah yang akan menanggung semua pilihannya. Karena Allah pun tak pernah memaksa. Karena ketakwaan ataupun kemaksiatan manusia tak berpengaruh sedikitpun terhadap kekuasaan Allah. Tidak mengurangi ataupun menambahnya.
Jika seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua tunduk dalam kepasrahan kepada-Nya; maka tidaklah yang demikian itu menambah kemanfaatan bagi-Nya. Bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua menentang-Nya. Maka tidaklah hal itu mengurangi kebesaran-Nya. Dan bila seluruh manusia dan jin yang pernah dan akan ada, semua memohon kepada-Nya. Dan semua permohonan itu dikabulkan-Nya, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaan dan kebesaran kerajaan-Nya. Kecuali seperti sehelai benang yang dicelupkan kedalam bentangan samudera [15].
Penutup: Kasih Sayang dan Kemudahan-kemudahan Allah
Salah satu bentuk kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya adalah dengan memberikan kemudahan-kemudahan. Termasuk diantaranya keringanan-keringanan yang kita dapatkan, atau sebagian kita kenal dengan rukhshah. Demikian juga tentang perintah Shalat Malam ini. Dari yang semula wajib, kemudian dengan turunya ayat ke duapuluh ini menjadi sunnah.
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak mampu menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebgaian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu berbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.73:20)
Karena Allah Maha Mengetahui kondisi hamba-hamba-Nya. Akan ada yang sanggup melakukannya semalam, dan itupun tak akan bisa dilakukan terus menerus karena badan kita memliki hak untuk diistirahatkan. Ada juga yang bisa melakukannya sedikit bahkan ada yang kadang-kadang saja melakukan Shalat Malam. Karena ada yang tua dan muda, ada yang sehat dan yang sakit. Ada yang sibuk berperang, memiliki karakter pekerjaan yang melelahkan ada yang sedang stabil imannya dan ada yang labil dan seterusnya.
Maka kemudian Allah menjadikan Shalat Malam hukumnya sunnah. Tapi tetap berfungsi sebagai pembekalan secara efektif bagi penerus risalah Nabi Muhammad saw sekaligus sebagai jalan untuk meraih kemuliaan di sisi Allah. Seperti dalam firman-Nya. “Dan pada sebagian malam hari Shalat Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS.17: 79)
Sungguh luas kasih sayang-Nya. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk berlomba meraih kemuliaan bagi siapa saja yang mau berusaha meraihnya. Coba kita renungkan pesan Ibnu Athaillah as-Sakandary, “Allah sengaja menetapkan waktu–waktu tertentu untuk beribadah agar engaku tidak sampai tertinggal karena menunda mengerjakannya. Dan Allah memberi keleluasaan waktu bagimu agar tetap ada kesempatan untuk memilih” [16].
—
Catatan Kaki:
[1] Imam Jamaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, cet.I, 2004 M/ 1425 H, hal 20, Imam Badruddin az-Zaekasyi, al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an, Beirut: Darul Fikr, cet.I, 1988 M/ 1408 H, Vol.I, hal.294
[2] Lihat: Kamus al-Munjid fi al-lughah wa al-A’lam, Beirut Dar al-Masyriq, cet.36, 1997, hal.306
[3] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Cairo: al-Maktabah al-Qayyimah, Vol.IV, hal.563
[4] Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd Qader, Ma’âlim suar al-Qur’an, Cairo: Universitas Al-Azhar, Cet.I, 2004 M / 1424 H, Vol.2, hal.716
[5] Muhyiddin Darwisy, I’rabul al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu, Beirut: Dar Ibnu Katsir, Cet.9, 2005 M / 1426 H, Vol.VIII. Hal 109
[6] Sedikit saja dari waktu malam. (Lihat: Imam az-Zamakhsyar, al-Kasysâf’an Haqâ’iqu at-Tanzil, Cairo: Maktabah Musthafa al-Halaby, Cet.I, 1354 H, Vol.IV, Hal 152
[7] Iman al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an Cairo: Darul Hadits, 2002 M / 1422 H, Vol.X, hal.33
[8] Ibid. Lihat Juga: Imam al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Darul Kutub Ilmiah. Cet.1, 2004 M / 1424 H, Vol. IV, hal. 376 dan tesis penulis, Kitab Lawami’ al-Burhan wa Qawathi al-Bayan fi-Ma’any, Dirasah wa tahqiq, Cairo: Universitas Al-Azhar, 2006 M, Vol.II, hal.730
[9] Imam syihabuddin al-Alusy, Ruh al-Ma’any, Beirut: Darul Fikr, 1997 M/1417 H, vol.XXIX, hal.182
[10] lihat tesis penulis; Kitab lawani’ al-Burhan, Ibid. Vol.II, hal.730
[11] Seorang alim dari Mesir, kelahiran Alexandria tahun 1250 M dan meninggal pada tahun 1309. Beliau adalah syeikh ketiga dalam tarekat asy-Syadzili. Beliau telah menulis buku lebih dari 20 karya. Dan kitab al-Hikam adalah pesan-pesan penuh hikmah yang menjadi magnum opusnya, sebuah karya monumental yang dibaca dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa.
[12] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam, (terj. Dr. Ismail Ba’adillah), Jakarta: Khatulistiwa Press. Cet.I, hal.64, Hikmah ke-44.
[13] Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawy, al-Imân wa al-Hidayâh, Cairo: Maktabah Wahbah, Cet.16, 2007 M / 1428 H, hal 173
[14] Iman Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Op.Cit, Vol.IV, hal 568
[15] Seperti hadits qudsy yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shahilnya, kitab al-Birr wa ash-Shilah, hadits no: 2577. Dari sahabat Nabi saw, Abu Dzar al_Ghifary. (Ibnu Daqiq, al-‘Id, Sayrhu al-Arba’in an-Nawawiyah, Cairo: Darussalam, Cet.III, 2007 M / 1428 H, hal 207-208)
[16] Ibnu Atha’illah as-Sakandary, Kitab Al-Hikam, Op.Cit, hal. 226 hikmah ke-170
Sumber Artikel : Qiroati Pusat
ConversionConversion EmoticonEmoticon